ï»żBakgayung bersambut Korporatokrasi disambut kleptokrasi Rezim Orde Baru. Pola ini membuat konspirasi lingkaran setan utang pembangunan. Raja Philip IV memerintahkan penangkapan Jacques de Molay. Dan setelah melalui penyiksaan demi penyiksaan, de Molay mengakui segala ritual bid’ah yang dilakukan oleh Ordo Templar. Pada tahun 1312, Ordo Jalan Kramat VII. ©2017 w - Siang itu Jalan Kramat VII, Jakarta Pusat nampak seperti hari-hari biasanya. Jelang jam makan siang, belasan karyawan mengenakan baju batik hilir mudik mencari santapan. Semua tampak semringah tanpa ada rasa ngeri atau Kramat VII ternyata menyimpan cerita gelap. Di ujung jalan ini dulunya merupakan tempat penyiksaan para aktivis era Orde Baru. Di zaman itu, jalan itu masih bernama Kramat V. Banyak aktivis menjuluki tempat itu 'Kremlin', yang merupakan akronim dari Kramat Lima. Tempat dijuluki 'Kremlin' dulunya adalah tiga rumah di Jalan Kramat V, yakni nomor 14, 16, dan 18. Sebelum pecah Gerakan 30 September G30S tahun 1965, tiga rumah itu adalah kantor Dewan Nasional Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia SOBSI. Kantor itu lantas diambil alih oleh militer dan disulap menjadi markas unit Pelaksana Khusus Kopkamtib Laksus Kopkamtib, dibentuk oleh Soeharto pada 10 Oktober 1965. Dipimpin Ali Murtopo, organisasi itu bertugas 'menjaga' stabilitas politik Orde Baru. Pada 1988, Soeharto membubarkan Kopkamtib dan menggantinya dengan badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Bakorstranas.Dalam buku, Neraka Rezim Suharto, Misteri Tempat Penyiksaan Orde Baru' karya Margiyono dan Kurniawan Tri Yunanto, Kremlin menjadi salah satu tempat paling menakutkan di era Orde Baru. Banyak aktivis yang pernah merasakan pedihnya tempat ini, mulai dari yang dituduh terlibat G30S hingga para aktivis 1998. Siksaan seperti setruman listrik, sundutan rokok, dan digebuki hingga babak belur selama 'interogasi' menjadi sarapan pegiat sosial politik diculik ke tempat itu. Biasanya dalam satu ruangan lebih dari satu tentara yang 'membina' mereka yang dianggap melenceng dari pakem stabilitas negara. Jalan Kramat VII ©2017 w Suwardi 75, warga Jalan Kramat VII bercerita dulunya tempat tersebut memang dijadikan tempat penyiksaan aktivis dan orang-orang yang diduga terlibat PKI. Namun dia mengaku tak tahu banyak karena baru tinggal di Kramat V sekarang jadi Kramat VII sejak 1980. "Dulu memang di situ tempat penangkapan dan penyiksaan aktivis dan PKI," ujar Suwardi Senin 27/2 lokasi penyiksaan itu bangunannya dinamai Griya Kramat VII. Itu tertera di gapuranya."Dulu di situ seberang Gereja Eben Haezer ada pos TNI. Di situ selalu dijaga anggota TNI, jadi tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana," ujar Jalan Kramat VII terlihat rapi dan mentereng. Di kanan kiiri jalan itu berdiri bangunan tinggi dan rumah-rumah mewah. Jauh dari kesan ngeri saat menyambanginya. "Dulu copet, calo terminal sampai pejudi yang ditangkap dibawa ke sini. Mereka disuruh lari dari belakang Griya Kramat VII sampai Jalan Kramat Raya. Mereka disiksa fisik sebelum besoknya boleh pulang," ujar sayang, saat menyambangi Griya Kramat VII seorang pria tua beruban dengan gigi ompong sudah mencegat. Pria itu menanyakan maksud dan tujuan bertandang ke ujung Jalan Kramat VII itu."Kalau mau wawancara harus ada surat dari keterangan dan pengantar dari Kodam. Kalau enggak ada surat itu, bisa-bisa situ yang diwawancara," ujar pria yang tak mau disebutkan namanya itu memang membenarkan bahwa Griya Kramat VII dulunya memang kantor SOBSI, tetapi sudah diambil alih oleh militer. "Dulu jadi kantor Intel Kodam Jaya. Kalau mau ke situ mau wawancara harus ada izin dulu dan minta surat permohonan. Enggak bisa datang langsung wawancara," ujar pria itu. Jalan Kramat VII ©2017 w Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah BPAD Provinsi Jakarta pernah menerbitkan ulasan 'Jakarta Kota Seribu Penjara'. Jakarta memang banyak tempat-tempat yang dijadikan penjara dan penyiksaan. Namun kini kebanyakan tempat kelam itu sudah berubah fungsi. Rumah tahanan Nirbaya Taman Mini Indonesia Indah misalnya, tempat yang pernah digunakan untuk menahan Hariman Siregar dan Rahman Tolleng usai Malapetaka Lima Belas Januari Malari 1974 ini sudah Besar Tentara Nasional Indonesia di Cilangkap merupakan bekas sekolah pertanian milik Barisan Tani Indonesia. Tempat ini juga pernah digunakan untuk menyiksa anggota PKI. Rumah Tahanan Wanita Bukit Duri, dulunya adalah tempat penyiksaan anggota Gerakan Wanita Indonesia, tetapi kini telah menjadi pertokoan. Tidak banyak orang tahu bahwa banyak aktivis perempuan yang pernah disiksa di tempat itu. Rumah Effendi Saleh, mantan aktivis Serikat Buruh Unilever, pada tahun 1960-an juga diambil tentara dan dijadikan tempat penyiksaan. Sekarang rumah itu sudah dibeli oleh Rumah Sakit Saint Carolus satu tempat penyiksaan yang paling sadis adalah rumah di Jalan Gunung Sahari IV, Jakarta Pusat. Tempat itu dinamakan 'Kalong', yang diambil dari nama Tim Operasi Kalong yang tugasnya memburu anggota PKI. Gedung warna putih dengan arsitek Eropa abad pertengahan di Jatinegara Jakarta Timur juga menjadi salah satu tempat penyiksaan yang terkenal pada tahun 1965. Dulunya, tempat itu adalah kantor Bupati Mester. Kini tempat itu menjadi kantor Komando Distrik Militer 0505, Jakarta Timur. Di belakang gedung itu terdapat rumah-rumah penduduk yang dulu dijadikan kamar tahanan. Namun kini tempat itu akan dijadikan cagar budaya Pemerintah Provinsi DKI lain yang dulu merupakan rumah penyiksaan adalah kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM di Jalan Latuharhary Nomor 4B, Menteng, Jakarta Pusat. Pada masa itu tempat ini merupakan kantor Lembaga Sandi Negara. Dulunya dalam rumah ini banyak terdapat sel dari jeruji juga tempat lain di Jakarta yang pernah menjadi tempat penyiksaan bagi para aktivis dan tentara masa penjajahan. Tempat itu tersebar antara lain Jalan Gunung Sahari, Jalan Guntur, di Cimanggis, Jalan Budi Kemuliaan, Jalan Budi Utomo, Lapangan Banteng, Kebayoran Lama, Kodim 'Air Mancur' yang sekarang menjadi Gedung Indosat, dan Bukit Duri. [hhw]Baca jugaAM Fatwa, dihajar Orde Lama dipenjara Orde BaruSejarah hitam Gang BuntuAnak Wiji Thukul menagih janji JokowiMereka yang hilang saat tragedi 98Korban penculikan Kejahatan Prabowo itu nyataPartai peninggalan Orba di tanah Pemprov DKI JakartaAwal mula 'persaudaraan' Soeharto dan konglomerat Liem Sioe LiongIni pengakuan CIA atas tragedi 30 September di Indonesia
Pembantaianini dilatarbelakangi desas-desus yang terdengar oleh Jepang. Kejadian ini terjadi pada 28 Juni 1944, kebencian masyarakat Indonesia pada Jepang memang sangat panas. Pada masa pendudukan Jepang, rakyat pribumi disiksa, jika tidak menurut, dipaksa bekerja, tak punya pakaian, hingga tak bisa makan.
Nezar Patria tak mengira bakal diculik aparat rezim tiranis. Saat hari sial 20 tahun dahulu itu menyergah, usianya belum lagi 28. Rasa terharu dan terketuk nomplok gelambir. Maut berkelebat di benak. “Masa diambil, enggak ada yang adv pernah. Batin kembali waktu itu merasa bahwa apa yang ditakutkan terjadi. Seperti melihat mendung dan menduga apakah hujan atau bukan, dan beliau merasakan ini hujan abu betul datang. It happens,” ujarnya, Paru-paru 9/5/2018, tentang malam 13 Maret 1998. Ingatan mengenai gambar-gambar terperinci penyiksaan terhadap “momongan-anak Korea Daksina, momongan-anak di Palestina, anak asuh-anak di Filipina yang melawan Marcos” nan perikatan dibacanya rempak berebut ke permukaan. Semua tulang beragangan melulu memproyeksi kesakitan. “Kalaupun disikat, dieksekusi, nan lain sakit gimana caranya. Yang cepat aja. Mungkin ditembak. Tapi, katanya kalau ditembak 10 detik masih terasa ngilu. Seandainya disayat-sayat, itu lindu banget. Lamunannya kadang kala sejenis itu,” katanya. Engkau dan tiga rekannya–Mugiyanto, Petrus Bima Anugrah, Aan Rusdianto–baru lalu 10 musim di lokasi penculikan, ialah ubin dua Rumah Susun Klender, Jakarta Timur. Mereka semua anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia bagi Demokrasi SMID yang usai Peristiwa 27 Juli 1996 diburu aparat. Kisah tentang saat penculikan tersebut kekal dalam kesaksian tertulis. Nezar mengetik kesaksian itu dengan komputer jinjing yang dipinjamkan organisator KontraS, almarhum Munir Said Thalib, sehabis dilepas dari bui . Pada 7 Juni 1998, dia menyiarkan pembuktian itu kepada khalayak dalam program jumpa pers di maktab Yayasan Rang Bantuan Hukum Indonesia YLBHI. Testimoni kebal urut-urutan penculikan dan detail penyiksaan. Proses ambil-paksa yang tidak bertele-tele tereka gamblang. Begitu pun bodi para penculik empat praktisi merangsek ke kamar; empat anak adam tak dikenal yang mengaryakan penutup penasihat; empat oknum yang lantas menggeretnya–pun Aan–ke arah jip ber-AC. Catur yang lantas diketahui merupakan bagian berusul Cak regu Mawar, Komando Pasukan Spesial. Gari meringkus tangan mereka. Tiras hitam, indra penglihatan mereka. “Nada diputar sepan gigih” hingga menafikan kuping dua sejawat itu untuk membikin sketsa mental lalu-lintas di kronologi. “Ada kepasrahan nan luar absah,” kata pria kelahiran Sigli, Aceh, pada 1970 itu mengenangkan. “Betul-betul enggak berkemampuan. Sambil membayangkan semoga terserah kehebatan, mukjizat-mukjizat. Kiranya Soeharto besok mati. Semoga Soeharto besok tumbang dan semua ini nongkrong”. Faktanya, Soeharto baru saja ditetapkan andai presiden n domestik Sidang Umum Majelis Permusyarawatan Rakyat SU MPR pada 10 Maret 1998. Itu kali ketujuh dia memimpin Indonesia. Kalau tak memanjang sreg 21 Mei 1998, Soeharto kelak memerintah hingga 2003. Nezar Patria karenanya hanya bisa “berdoa dan berzikir”. Selama dua tahun mendekam internal gedek penindasan, tubuhnya niscaya berkali-boleh jadi memproduksi dan menggudangkan rasa sakit. Dan mungkin, sempelah remai pada raga itu habis hingga bertahun-musim berikut. Keadaan yang sungguh lumrah, menghafaz teoretis penindasan nan masin lidah. Berikut secuil etape penyiksaan itu, seperti terimbuh n domestik validasi “Sebuah benda terasa menempel di betis dan paha saya, dan sebuah aliran listrik yang patut langgeng meruntun seluruh trik bodi saya. Saya berteriak “Allahu akbar!” sambil membantut rasa sakit yang luar biasa. Diseminasi listrik itu menyerang bertubi-tubi, sehingga tubuh dan kursi yang saya duduki bergeletar. Saya merasa sebuah tendangan berkanjang menghantam dada saya sampai saya terjengkang ke pantat dan kursi bekuk wadah saya duduk makara ringsek.” Pada Minggu 15/3/1998, ikatan penyiksaan “di tempat X”, lokasi yang dia istilahkan sebagai “kuil penindasan Orde Baru”, bangunan nan lantas diketahui terdapat di Cijantung, dihentikan. Dia cuma alpa semangat rekan-rekannya seperti mana Mugiyanto, Aan, dan juga Herman Hendrawan yang juga diculik dan dibawa ke lokasi penyekapan. Lebih lagi, nama disebut terakhir hingga waktu ini masih hilang. Bagi Nezar, Herman–sekali lagi Petrus Bima Anugrah–merupakan dua manusia yang paling intim dengannya di antara mangsa penculikan tidak yang tak tandang sekali lagi. Keduanya dari Universitas Airlangga, Surabaya. Bersumber Cijantung, Nezar Patria menuntut ganti rugi episode baru. Dia dijebloskan ke penjara isolasi di kwartir Kepolisian Daerah Metro Jaya. Pihak berhak mengenainya dugaan tindak pidana subversi. Di sana, tubuhnya tak sekali lagi mengakui azab. “Kurungan di basement. Blok buat perompak-perompak kelas berat kayak pembunuh, perampok. Tapi, di sel sebesar itu, kami ditempatkan sendirian,” tutur pejabat redaksi The Jakarta Post langsung anggota Dewan Pers itu. Kamar prodeonya diimpit kurungan-lokap bromocorah. Tapi, di situ tahanan strategi dianggap berkasta tingkatan. Perasaan segan lapangan-lapangan terbit intern diri tahanan enggak. Rasa hormat baginya mewujud n domestik bentuk sapaan rutin, walau sahaja kata “pamit”. Bahkan, anak adam di sebelah lokap Nezar, yang dikurung setelah “ranggah seorang anggota TNI sampai meninggal”, afiliasi mengangsurkan kepadanya makanan tentengan dari pembesuk. Puas dasawarsa 1990-an, Nezar Patria, 47 hari, aktif mengalir di pelbagai organisasi mahasiswa. Saat aparat rezim Suharto menculiknya pada Maret 1998, dia menjabat Sekretaris Jenderal Kesetiakawanan Mahasiswa Indonesia kerjakan Demokrasi SMID. Bismo Agung / “Saya buka nasi bungkus hangat itu. Isinya semur jengkol. Di daerah saya, bukan normal itu, jengkol atau pete. Tapi, pasca- saya cicipi, rasanya kayak kentang. Itu makanan terenak nan pernah saya makan di sel itu. Ha-ha-ha,” katanya. Dia sejumlah mayapada di penjara terbalik-balik, “yang kita kira jahat, kok bintang sartan baik. Yang kita kira baik, kok buas”. Persis puisinya nan berjudul “Di Video Game”, ditulis puas 2022 Jiwa hanya sehimpun piksel/baik dan jahat bertukar wadah/dengan pengunci bukan mohon dikenang. Setelah dua wulan mengendon dan kurang sebulan sebelum dibebaskan, Nezar Patria mendengar lagu “Ringgis Anak uang” diputar radio. Firasatnya mengatakan ada mahasiswa mati. Dugaan itu enggak salah. Tes lelayu diberikan penjaga blok interniran. Air matanya sontak meleleh. Lebih semenjak sepekan kemudian, radio yang sebanding melantangkan maklumat lain. Kali ini, berita pengunduran diri Soeharto. Manah Nezar Patria campur aduk. “Aku sih penginnya ada di situ menyinkronkan mahasiswa, karena itu Soeharto tumbang bahkan nan sudah lama ditunggu-tunggu,” ujarnya. Zaman bergerak Jalan yang kelak memandu Nezar Patria berhadap-pangkuan serampak dengan wajah rezim yang nilik kekerasan bermula puas 1989. Pada tarikh itu, Aceh mulai dikenai status Daerah Operasi Militer Gereja oleh pemerintah pusat. Kebijakan tersebut merupakan respons atas persuasi Gerakan Aceh Merdeka GAM menuntut otonomi berpunca Indonesia. Nezar bilang, Aceh tidak nyaman. Kekerasan di mana-mana. Mahajana pening. Tambahan pula, dia pernah diminta koteng tetangga lakukan melepas kaus oblong bertulis “Texas A&M University” saja karena ada singkatan A&M, yang dapat dibaca sebagai Aceh Merdeka. “Tapi, kami enggak pernah tahu bagaimana narasi sememangnya. Semua orang takut,” ujarnya. Merasa kalam semacam lompatan, di perian itu pula dia bertolak ke Yogyakarta–kota nan dipilih semata karena dia jatuh cinta penulis-katib berdomisili di sana, terdaftar Emha Ainun Nadjib. Di kota itu, dia berkuliah di Fakultas Filsafat Perguruan tinggi Gadjah Mada UGM. Di kota itu pula Nezar karenanya tahu banyak tentang apa yang sememangnya terjadi di petak kelahirannya. Berpangkal gegana kesultanan ke udara sultanat. Waktu membuktikan situasi Yogyakarta lebih pas bikin Nezar belia untuk menajamkan olah pikir dan membangun kecakapan berorganisasi. Dengan serta-merta, dia menyatu ke beberapa perkumpulan kemahasiswaan seperti Jemaah Shalahuddin UGM 1990-1991 dan Biro Pers Mahasiswa Filsafat UGM, Pijar 1992-1996. Sira juga mengikuti Kerubungan Studi Plaza Fisipol UGM. Persuaan dengan banyak orang dan gagasan lantas membawanya ke ranah aktivisme garis haluan. Segalanya diawali perjumpaan dengan Andi Munajat, sosok penting yang membangun gerakan kerakyatan di Yogyakarta. Andi berarti internal pendirian keramaian ekstrakampus progresif, Kebersamaan Mahasiswa Indonesia buat Demokrasi SMID, poyang Partai Rakyat Demokratik PRD. “Ia orang unik, tidur di Sekretariat Kampus. Selalu dukung tas kecil isi peralatan mandi. Sira nan bilang ke saya, Jangan cuma baca buku aja, berputar dong. Semua hamba allah bisa baca buku, tapi dunia ini berubah’,” katanya adapun tokoh Mercu tersebut. Plong 1993, Andi Munajat merupakan Sekretaris Jenderal SMID hasil rapat kerja di Yogyakarta. Setahun kemudian, posisi itu diduduki Fernando Manulang. Nezar Patria kebagian menempati pos politis tersebut pada 1996. Usai Orde Hijau jebluk, Nezar Patria mengidas menjadi juru kabar. Dia afiliasi berkreasi cak bagi Tempo, dan CNNIndonesia. Kini, dia pemimpin sidang pengarang di media beristiadat Inggris di Jakarta, The Jakarta Post. Bismo Agung / Terbit sudut pergerakan mahasiswa ketika itu, SMID menjadi semacam jawaban atas tidur panjang operasi mahasiswa menyusul garis haluan Normalisasi Umur Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan NKK/BKK yang diluncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, plong pengunci dekade 1970-an. “Musim itu suasananya sangat politis, dulu intelektual. Suka-suka gairah, ada sesuatu. Dan itu semua dirasakan oleh semua mahasiswa. Mulai ’90 lah, auranya sudah aura gerakan, bahwa kita harus membentuk sesuatu,” ujar Nezar. Orde Baru, menurutnya, “mulai merentang pembusukan diri”. Awam kian terdidik, tapi belum tentu bisa mendapatkan posisi strategis tersebab maraknya kronisme. Kritik ditampik dengan diktator. Di kemudian waktu, sejumlah media berwibawa seperti Tempo, Detik, dan Editor dibredel. Lalu, “tutul miring memusat gerakan yang kian betul-betul–karena taruhannya, kerakyatan alias tenang,” sebut Nezar, adalah kerusuhan 27 Juli 1996 yang dikenal dengan akronim Kudatuli. Pada tanggal itu, kantor DPP Puak Kerakyatan Indonesia nan dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri diambil alih secara paksa oleh partisan Soerjadi. Pendudukan dibantu aparat kepolisian dan TNI. Peristiwa itu membuahkan kerusuhan di sejumlah kawasan di Jakarta Pusat. Beberapa media dan gedung gosong. Pemerintah mengumumkan PRD inisiator kerusuhan. Ketua umumnya saat itu, Budiman Sudjatmiko, ditangkap. “Sejak itu, kami turut DPO daftar pencarian orang dan mulai bergerak dengan syarat-syarat underground. Ubah KTP. Tanda ganti. Ada banyak nama. Di tiap kota beda-selisih,” katanya. Saat menjadi buron salah satu pemerintahan terkuat Asia, Nezar Patria terputus sangkut-paut dengan orang tuanya. Jika ingin berinteraksi dengan mereka, sira mengaryakan perantaraan Siti Murtiningsih, perempuan yang waktu ini menjadi istrinya. “Selama dua periode itu 1996-1998, boleh dibilang ketemu Siti mungkin cuma dua-tiga kali perian saya ke Jogja. Atur perjumpaan di mana, gitu. Itu pun cuma sebentar. Tidak sampai satu jam,” ujarnya. Reformasi kekesalan Nezar Patria mengidas menjadi wartawan usai menerobos perian-tahun penuh gejolak, dan patok historis bernama Reformasi. Anda pernah berkarya di D&R, berkarier di majalah Tempo, timbrung mendirikan masa ini, dan masuk meraun Pada 2008-2011, beliau ketua umum Kombinasi Jurnalis Independen AJI, organisasi profesi nyamuk pers yang samar muka pada 1994 sebagai perlawanan peguyuban pers Indonesia atas ketidakadilan rezim Soeharto. Setelah nonblok dari narapidana puas 1998, Nezar Patria menanggalkan jubah aktivisme dengan panjang usus, seraya tetap menyimpan pelbagai jurus politik yang direngkuhnya saat bergiat di tanah lapang. Pada titik tertentu profesinya, jurus-jurus itu justru berguna. “Meliput politik, kita kayaknya lebih tahu jeroannya gimana. Secara instingtif, kita juga makin terasa mana yang palsu atau genuine,” ujarnya. Sudah sedemikian itu, intuisi untuk melihat situasi tertentu juga lebih radikal. “Apakah ini rekayasa, apakah ini genuine. Dengan cepat, kita bisa menciumnya,” katanya. Sejenang lagi, dia mungkin bakal dicap penyair. Sebab, kiat kumpulan puisinya hendak dilempar ke pasar. Berbekal pengalaman bak aktivis dan beritawan, Nezar Patria berani berkata bahwa momen ini Perombakan malah mengapalkan “lebih banyak kekecewaan,” di luar persilihan bermanfaat intern beberapa ihwal, semisal, “kebebasan pers” maupun “kemerdekaan berpolitik”. Putra Sjamsul Despotis, pemimpin publik Atrium Indonesia, itu mengungkai suatu masalah yang hingga kini masih kuat menjerat Indonesia ketimpangan. “Segala gunanya kebebasan kalau lembah antara mereka yang dapat mengakses keberlimpahan besar. Sementara kelompok lain untuk dapat kesehatan yang baik aja musykil. Momongan-anak stunting masih banyak di Indonesia timur. Air bersih runyam. Akses ke pendidikan jomplang,” kata Nezar. Selain itu, sebagai keburukan lain, dia memandang kian banyak orang nan masa demi hari kian menjarang dari logika hidup bersama perumpamaan “sebuah nasion, sebuah bangsa Indonesia”. “Kok sekarang sederajat yang berbeda itu semakin tajam perbedaannya, kebenciannya. Saya buncah masa sekarang ini bahkan makin buruk keadaannya terbit, misalnya, sebelum merdeka dan masa-tahun Orde Lama dan Orde Mentah,” pembukaan figur yang boleh menangis saat mendengar lagu “Indonesia Raya” itu. penyiksaan Tags: Question 11 . SURVEY . 180 seconds . Q. Pada saat itu juga, masjid dan gereja yang dibangun di samping kuil, mematikan beberapa lampunya. Mereka juga mengadakan kegiatan pengajian atau sembahyangan tanpa pengeras suara utama. Pembredelan media massa pada masa Orde Baru merupakan pelanggaran hak warga negara dalam Di Kuil Penyiksaan Orde Baru Senin, 4 Februari 2008 Ada perintah pada masa Orde Baru, untuk menculik sejumlah aktivis mahasiswa. Empat orang dari mereka yang diculik belum kembali sampai hari ini. Wartawan Tempo Nezar Patria, pada 1997 adalah aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi yang menjadi satu dari korban penculikan yang selamat. Berikut adalah pengalamannya . tempo 168676532061_ PERerakan antikediktatoran. Saat itu, Maret 1998, politik Indonesia sedan... Berlangganan untuk lanjutkan membaca. Kami mengemas berita, dengan cerita. Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini PILIHAN TERBAIK Rp Aktif langsung 12 bulan, Rp *Anda hemat -Rp *Dijamin update hingga 52 edisi Majalah Tempo Rp Aktif setiap bulan, batalkan kapan saja *GRATIS untuk bulan pertama jika menggunakan Kartu Kredit Lihat Paket Lainnya Sudah berlangganan? Masuk DisiniDaftar TempoID untuk mendapatkan berita harian via email. Newsletter Dapatkan Ringkasan berita eksklusif dan mendalam Tempo di inbox email Anda setiap hari dengan Ikuti Newsletter gratis. Konten Eksklusif Lainnya 11 Juni 2023 4 Juni 2023 28 Mei 2023 21 Mei 2023 Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik. UntukAdik2ku yg terlahir setelah Orde Baru Dan untuk LUPA.. Di KUIL PENYIKSAAN ORDE BARU Kesaksian Nezar Patria, TEMPO 2008 Ada perintah pada masa Orde Baru,
ERISTIWA it u t erjadi sepuluh t ahun lalu, t api semuanya masih t et ap basah dalam ingat an. Kami berempat Aan Rusdiant o, M ugiyant o, Pet rus Bima Anugerah, dan saya adalah anggot a Solidarit as M ahasisw a Indonesia unt uk Demokrasi SM ID. Baru sepuluh hari kami bert empat t inggal di rumah susun Klender, Duren Saw it , Jakart a Timur it u. Tak seorang t et angga pun t ahu bahw a kami anggot a gerakan ant ikedikt at oran. Saat it u, M aret 1998, polit ik Indonesia sedang panas. Di t engah aksi prot es mahasisw a, Sidang Umum M PR kembali mengangkat Soehart o sebagai Presiden RI. Di kampus, gerakan menent ang rezim Orde Baru kian marak. Set iap hari, kemarahan membara di sekujur negeri. Kot a-kot a dibungkus selebaran, spanduk, dan post er. Indonesia pun t erbelah pro at au ant i-Soehart o. Sejak dit uding sebagai dalang kerusuhan 27 Juli 1996 t api t ak pernah t erbukt i di pengadilan, SM ID dan semua organisasi yang berafiliasi ke Part ai Rakyat Demokrat ik PRD dinyat akan oleh pemerinah sebagai organisasi t erlarang. Sejak it u, hidup kami t erpaksa berubah. Kami diburu aparat keamanan Orde Baru. M aka, t ak ada jalan lain kecuali bergerak gaya baw ah t anah. Nama asli bergant i alias. Set iap kali berpindah rumah, harus menyaru sebagai pedagang buku at au lainnya. Tapi pet ualangan baw ah t anah it u berhent i pada 13 M aret 1998. M alam it u, sekit ar pukul t ujuh, saya baru saja pulang dari Universit as Indonesia, Depok. Ada rapat mahasisw a sore it u di sana. Aan, mahasisw a Universit as Diponegoro Semarang sudah berada di rumah. Set elah mandi, saya menjerang air. M ugiyant o berjanji pulang sat u jam lagi, dan dia akan membeli makan malam. Sement ara, Bima Pet rus berpesan pulang agak larut . Tiba-t iba t erdengar suara ket ukan. Begit u Aan membuka pint u, empat lelaki kekar merangsek masuk. M ereka menyergap dan memit ing t angan Aan. Saya kaget . Sekelebat saya melongok ke arah jendela. Kami berada di lant ai dua, dan di baw ah sana sejumlah " t amu t ak diundang" sudah menunggu. M ereka memakai seibo penut up w ajah dari w ol, t api digulung sebat as t empurung kepala. Wajah mereka masih t erlihat jelas. " M au mencari siapa?" t anya saya. " Tak usah t anya, ikut saja," bent ak seorang lelaki. Set elah mencengkeram Aan, dua lainnya mengapit saya. Kami digiring menuruni t angga. Saya agak meront a, t api dengan cepat seseorang mencabut pist ol. Sekejap, kesadaran saya bicara saya diculik! Dan dua mobil Kijang sudah menunggu di baw ah. Di dalam mobil, mat a saya dit ut up kain hit am. Lalu mereka menyelubungi kepala saya dengan seibo it u. Saya juga merasa mereka melakukan hal yang sama pada Aan. Dompet saya diperiksa. Sial, mereka mendapat KTP saya dengan nama asli. " Wah, benar, dia Nezar, Sekjen SM ID!" t eriak salah sat u dari mereka. ht t p/ / .com Di mobil, mereka semua bungkam. Kaca t ert ut up rapat . Lagu house music diput ar berdebam-debam. Lalu kendaraan it u melesat kencang, dan berhent i sejam kemudian. Tak jelas di daerah mana. Terdengar suara handy t alkie mencicit , " M erpat i, merpat i." Agaknya it u semacam kode mereka. Rupanya, mereka memint a pint u pagar dibuka. M at a kami masih t ert ut up rapat saat digiring masuk ke ruangan it u. Pendingin udara t erasa menusuk t ulang. Terdengar suara-suara orang, mungkin lebih dari 10 orang. Saya didudukkan di kursi. Lalu, mendadak sat u pukulan melesak di perut . Set elah it u, menyusul bert ubi-t ubi t endangan. Sat u t erjangan keras m endarat di badan, sampai kursi lipat it u pat ah. Bibir t erasa hangat dan asin. Darah mengucur. Set elah it u, saya dibaringkan ke velbed. Tangan kiri diborgol dan kaki diikat kabel. M ereka bert anya di mana Andi Arief, Ket ua Umum SM ID. Karena t ak puas dengan jaw aban, alat set rum mulai beraksi. Dengan garang, list rik pun meront okkan t ulang dan sendi. " Kalian bikin rapat dengan M egaw at i dan Amien Rais, kan? M au menggulingkan Soehart o kan?" t anya suara it u dengan garang. Absurd. Saat it u, kami mendukung M ega-Amien melaw an kedikt at oran. Tapi belum pernah ada rapat bersama dua t okoh it u. Saya tak banyak menjaw ab. M ereka mengamuk. Sat u mesin set rum diseret mendekat i saya. Lalu, kepala saya dijungkirkan. List rik pun menyengat dari paha sampai dada. " Allahu akbar!" saya bert eriak. Tapi mulut saya diinjak. Darah mengucur lagi. Sat u set ruman di dada membuat napas saya put us. Tersengal-sengal. Saya sudah set engah t ak sadar, t api masih bisa mendengar suara t eguran dari seorang kepada para penyiksa it u, agar jangan menyet rum w ilayah dada. Saya merasa sangat lelah. Lalu t erlelap. l l l ENTAH pukul berapa, t iba-t iba saya mendengar suara alarm memekakkan t elinga. Saya t ersent ak. Terdengar suara Aan meraung-raung. Ini mungkin kuil penyiksaan sejat i, t empat rit us kekerasan berlaku t iap menit . Alarm dibunyikan t iap kali, bersama t ongkat list rik yang suara set rumannya sepert i lecut an cambuk. Saya juga mendengar jerit an M ugiyant o. Rupanya, dia " dijemput " sejam set elah kami dit angkap. Hat i saya berdebar mendengar dia dihajar bert ubi-t ubi. Sekali lagi, mereka ingin t ahu apa bet ul kami t erlibat konspirasi rencana penggulingan Soehart o. Selama dua hari t iga malam, kami disekap di t empat it u. Penyiksaan berlangsung dengan sangat met odis. Dari suara alarm yang mengganggu, pukulan, dan t eror ment al. Pernah, set elah beberapa jam t enang, mendadak kami dikejut kan t ongkat list rik. M ungkin it u t engah malam at au pagi hari. Tak jelas, karena mat a t ert ut up, dan orient asi w akt u hilang. Selint as saya berpikir bahw a penculik ini dari sat uan profesional. M ereka bilang, pernah bert ugas di Aceh dan Papua segala. ht t p/ / .com l l l Klik. Suara pist ol yang dikokang yang dit empekan ke pelipis saya. " Sudah siap mat i?" bisik si penculik. Saat it u m ungkin mat ahari sudah t erbenam. Saya diam. " Sana, berdoa!" Kerongkongan saya t ercekat . Ajal t erasa begit u dekat . Tak seorang keluarga pun t ahu bahw a hidup saya berakhir di sini. Saya pasrah. Saya berdoa agar jalan kemat ian ini t ak begit u menyakit kan. Tapi " eksekusi" it u bat al. Hanya ada ancaman bahw a mereka akan memant au kami di mana saja. Akhirnya kami dibaw a ke suat u t empat . Terjadi serah-t erima ant ara si penculik dan lembaga lain. Belakangan, diket ahui lembaga it u Polda M et ro Jaya. Di sana kami bert iga dimasukkan ke sel isolasi. Sat u sel unt uk t iap orang dengan lampu lima belas w at t , t anpa mat ahari dan senam pagi. Hari pert ama di sel, t rauma it u begit u membekas. Saya t akut melihat pint u angin di sel it u. Saya cemas, kalau si penculik masih berada di luar, dan bisa menembak dari lubang angin it u. Ternyat a semua kaw an merasakan hal sama. Sepekan kemudian, Andi Arief kini Komisaris PT Pos Indonesia diculik di Lampung. Set elah disekap di t empat " X" , dia t erdampar juga di Polda M et ro Jaya. Sampai hari ini, perit iw a it u menjadi mim pi buruk bagi kami, t erut ama mengenang sejumlah kaw an yang hilang dan t ak pernah pulang. M ereka adalah Herman Hendraw an, Bima Pet rus, Suyat , dan Wiji Thukul. Set elah reformasi pada 1998, sat u regu Kopassus yang disebut Tim M aw ar sudah dihukum unt uk kejahat an penculikan ini. Adapun Dew an Kehormat an Perw ira memberhent ikan bekas Danjen Kopassus Let nan Jenderal Prabow o sebagai perw ira t inggi TNI. Prabow o mengaku hanya mengambil sembilan orang. Semuanya hidup, dan sudah dibebaskan. Pada 1999, majalah ini mew aw ancarai Sumit ro Djojohadikusumo, ekonom dan ayah kandung Prabow o. Dia mengat akan penculikan dilakukan Prabow o at as perint ah para at asannya. Siapa? " Ada t iga Hart ono, Feisal Tanjung, dan Pak Hart o," ujar Sumit ro. Lalu kini apakah kami, rakyat Indonesia, harus memaafkan Soehart o? ht t p/ / .com
Sejakpenyebaran Islam oleh para wali sampai zaman orde baru atau tahun 90-an, jadi meskipun Islam, perempuan Jawa tidak banyak yang mengenakan hijab. agama Buddha yang masuk menjadi agama yang dominan di tanah baru mereka. Patung dewa Vishnu masih berdiri tegak di kuil Angkor, meskipun kuil nya sendiri sudah menjadi vihara sejak raja dan Kolase/Intisari Ilustrasi - Peristiwa Pemilu kelima pada masa Orde Baru. - Tanggal 9 Juni 1992 menjadi hari dimana Indonesia kembali menggelar pemilihan umum pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR dan Dewan Perwakilan Daerah DPD. Pemilu ini adalah pemilu yang kelima pada masa Orde Baru dan yang keenam sejak Indonesia merdeka. Pemilu pada masa Orde Baru diselenggarakan dengan prinsip LUBER, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia. Namun, kenyataannya, pemilu tersebut tidak demokratis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain 1. Penyederhanaan partai politik. Pada masa Orde Baru, hanya ada tiga organisasi peserta pemilu OPP, yaitu Partai Persatuan Pembangunan PPP yang mewakili kalangan Islam, Partai Demokrasi Indonesia PDI yang mewakili kalangan nasionalis-demokrat, dan Golongan Karya Golkar yang mewakili kelompok non-partai. Penyederhanaan partai politik ini bertujuan untuk menghapus konflik ideologi dan memperkuat stabilitas politik di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. 2. Dominasi Golkar. Golkar merupakan organisasi yang didukung oleh pemerintah, militer, birokrasi, dan berbagai kelompok profesi di masyarakat. Golkar memiliki keunggulan dalam hal sumber daya, fasilitas, dan akses media. Selain itu, Golkar juga melakukan berbagai praktik kecurangan, intimidasi, manipulasi, dan mobilisasi pemilih. Baca Juga Penjelasan Persamaan dan Perbedaan Antara Pemilu Pertama Tahun 1955 dengan Pemilu Tahun 2014 PROMOTED CONTENT Video Pilihan Ituse­bab­nya tema-tema diskusi pemikiran pada awalawal Orde Baru adalah di sekitar soal modernisasi, yang menjadi pilihan dari aktualisasi ide kemajuan pe­merintahan Orde Baru.14 Maka dalam tahun-tahun terakhir 1960-an, pe­mikiran Islam di Indonesia diwarnai soal-soal di sekitar modernisasi dan implikasinya. Dalam bahasa Prof. Dr – Laut Bercerita merupakan sebuah novel karya Leila S. Chudori yang menceritakan kisah para aktivis di tahun 1998. Terinspirasi dari cerita kawannya, Nezar Patria, Leila akhirnya menjadikan kisah kawannya tersebut menjadi sebuah novel fiksi. Novel ini berawal dari tulisan sebuah majalah di Tempo edisi khusus Soeharto yang berjudul “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru”. Dalam tulisan tersebut Leila mewawancarai Nezar Patria yang merupakan aktivis korban penculikan 1998. Di tahun 1997, Nezar Patria juga menjadi salah satu aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi yang selamat dari penyekapan orde baru. Dari sana, Leila menelusuri kisah para aktivis korban penculikan lainnya lalu menuangkannya menjadi sebuah novel yang berjudul Laut Bercerita. Leila menggambarkan sosok Biru Laut yang merupakan pemeran utama dari novel tersebut. Berlatar belakang di masa Orde Baru, Biru Laut digambarkan sebagai tokoh sentral, yang tidak hanya hadir sebagai seorang aktivis namun, Leila juga menggambarkan sosok Laut sebagai seorang teman, sahabat, kekasih, sebagai kakak, dan seorang anak. “Jadi dalam tokoh itu Biru Laut ada macem-macem orang, banyak sekali sumbangan dalam tokoh itu. Termasuk saya sendiri juga ada di dalam situ kalau berbicara makanan," ucap Leila dalam acara Diskusi dan Nobar Laut Bercerita. Di samping itu, Leila juga menuliskan kisah para keluarga korban yang merasakan kekosongan juga kebingungan saat salah satu anggota keluarganya hilang tanpa ada kabar maupun kepastian. Apakah mereka masih hidup atau tidak? Dan jika masih hidup, di manakah keberadaan mereka? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menghantui hati para keluarga korban. Selain itu, novel ini juga dibumbui dengan kisah romansa antara Biru Laut dengan kekasihnya, Ratih Anjani. Kehidupan keluarga Biru Laut digambarkan sebagai keluarga yang harmonis dan hangat. Kedekatan Biru Laut dan adiknya, Asmarajati menjadi kunci jalannya kisah novel Laut Bercerita. Pada tahun 2017, novel karya Leila S. Chudori ini diproduksi menjadi sebuah film pendek. Dengan berdurasi 30 menit, film pendek ini diperankan oleh Reza Rahardian sebagai tokoh pemeran utama, Biru Laut, dan Dian Sastrowardoyo sebagai kekasih Biru Laut, Ratih Anjani. Dalam acara Diskusi dan Nobar Laut Bercerita, Gita Fara, selaku produser film pendek ini mengungkapkan bahwa persiapan yang dilakukan oleh tim produksi memakan waktu selama tiga bulan, “Di tahun 2017 kita syuting, dan persiapannya kita memakan waktu sekitar tiga bulan," kata Gita. Sementara itu, dalam melakukan persiapan tim produksi juga melakukan riset terhadap bentuk juga suasana penjara bawah tanah tempat para aktivis disekap, “Kita melakukan riset, seperti apa sih penjaranya. Tapi risetnya tuh berdasarkan ceritanya mbak Leila,” tambah Gita, Sutradara film pendek Laut Bercerita. Jika ditilik lebih dalam, kisah di novel fiksi ini menjadi pengingat sebuah peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, yang belum pernah diungkapkan dan diceritakan dalam beberapa mata pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Melalui karyanya, Leila S. Chudori menyampaikan bahwa perjalanan panjang para pendahulu di masa lalu harus mempertarungkan nyawa dan bahkan dihilangkan demi mencapai masa depan yang dapat kita rasakan seperti sekarang. Novel Laut Bercerita juga menjadi sebuah peringatan kepada pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap hilangnya para aktivis saat itu yang hingga kini belum terpecahkan dan masih menjadi misteri. Dian Sastrowardoyo mengatakan, bahwa kisah dalam novel ini dapat menguras emosi yang dalam, “Novel ini membolehkan kita untuk berempati terhadap keluarga yang kehilangan, tanpa kejelasan kemana mereka perginya dan di mana hilangnya.” Dian juga menambahkan, sebagai masyarakat yang kini dapat merasakan kebebasan, kita dapat melakukan kontribusi kepada keluarga korban, “Kalo kalian merasa berempati dan merasa harus ada yang kalian lakukan, kalian bisa ikut aksi kamisan yang setiap minggunya selalu dilakukan di depan Istana,” pungkasnya. . 438 1 451 472 484 444 33 60

di kuil penyiksaan orde baru